Dua hari kemarin, tanggal 24-25 Februari 2018, saya mengikuti workshop membuat kurikulum pendidikan rumah anak usia dini, yang mana pematerinya adalah Teh Mierza Miranti, pemilik blog klastulistiwa.com dan praktisi homeschooling yang saat ini berdomisili di Kota Bogor.
Mumpung masih anget dan inget, saya bagikan sedikit yang saya dapat di workshop tersebut berdasarkan catatan dan ingatan saya yang ngga seberapa. Khususnya saya tulis disini sebagai pengingat bagi saya untuk mengamalkan ilmu yang sudah saya terima.
Poin-poin yang saya catat terutama terkait dengan tips-tips parenting dan beberapa hal lain yang saya anggap ‘baru’ dan mencerahkan. Sementara materi yang bisa dengan mudah di telusur di mesin pencarian, seperti definisi beberapa terminologi, tidak saya masukkan di tulisan ini.
***
Homeschooling karena kecewa dengan persekolahan. Yes or no?
Jangan memutuskan HS karena anak memiliki masalah di sekolah. Contoh:
– mengalami perundungan (bullying)
– tidak memahami pelajaran tertentu
HS adalah pilihan yang nantinya akan ditanyakan/ dipertanggungjawabkan di akhirat, bukan pelarian atau obat.
Jika anak mengalami masalah di sekolah, maka selesaikan dulu masalahnya, obati dulu penyakitnya. Keputusan HS harus di atas alasan/ landasan yang benar.
Fenomena zaman sekarang, orang yang terpapar medsos tanpa memahami literasi media cenderung mengaplikasikan apa yang terjadi di dunia maya ke dunia nyata. Misalnya: perilaku lari dari masalah. Perilaku seperti left group, unfriend, block, unfollow, ketika seseorang tidak menyenangi sesuatu di dunia maya, diaplikasikan di dunia nyata dengan lari dari masalah, bukan menyelesaikannya.
*
Visi keluarga muslim Homeschooling
Visi 666 –> At Tahrim ayat 6
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Sebagian peserta workshop, ada yang ragu-ragu menjawab, “Masuk surga”, ketika ditanya tentang visi, sebelum kemudian tercerahkan dengan visi 666 ini.
Setiap orang yang meninggal dalam keadaan beriman akan masuk surga, dengan rahmat Allah, hanya… bagaimana perjalanannya menuju surga? Karena tidak ada jaminan seseorang bisa lolos dari api neraka.
Maka, setiap melakukan tindakan/ aktivitas bersama anak dan keluarga, pikirkan dulu
“Apakah bermanfaat untuk akhiratku?”
*
Mengajarkan TAUHID yang BENAR kepada anak
Orangtua jangan jadi wasilah bagi anak untuk menyekutukan Allah. Misalnya dengan memberikan tontonan yang mengandung syirik, lalu anak mengikutinya, contoh: cerita ibu peri/ jin yang mengabulkan permintaan apapun.
Kita bertanggungjawab pada apa yang kita masukkan ke dalam rumah kita, seperti televisi, buku, mainan, dll.
Ketika memilih tontonan, hati-hati dengan subliminal message (pesan terselubung) pada acara tersebut.
Kalau anak meminta sesuatu suruh minta ke Allah, bahkan untuk hal yang kecil sekalipun.
Contoh dialognya:
Anak: “Bunda, ade mau permen”
Ibu (tidak mengizinkan anak makan permen): “Mintanya sama Allah ya, berdoa semoga Allah bukakan hati Bunda agar mau ngasih permen ke ade”
Kalau memang orangtua tidak mau mengabulkan permintaan anak, tetaplah konsisten, jangan mudah luluh karena terharu dengan doa anak.
*
Tentang doa untuk orangtua
QS Al Isra 24
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Berharap anak mendoakan kita dengan doa tersebut? Maka penuhi dulu syaratnya, yaitu:
Didiklah mereka waktu kecil
*
Tentang mengajak anak yang belum baligh belajar shalat
Contoh dialog:
“Nak, mau shalat maghrib?”, ibu bersiap untuk shalat, mengajak anaknya.
“Ngga mau”
“Ya udah nanti ikut shalat isya ya… ”
Jangan sekali-kali menjawab
“Ya udah ga apa-apa”
Karena itu “apa-apa”
Tahapan shalat sebelum anak 7 tahun:
– thaharah
– Alfatihah dan surat-surat pendek
– wudhu
– ajari shalat
– mendampingi
– pembiasaan
– ajakan yang positif (seperti contoh di atas)
*
Jadwal vs target
HS tidak perlu terlalu kaku seperti sekolah, dengan menetapkan jadwal hari ini, jam segini sampai jam segitu harus belajar apa.
Lebih tepat menggunakan ‘target’ apa yang ingin kita ajarkan ke anak-anak dalam kurun waktu tertentu.
Contoh yang diterapkan Teh Mierza di rumahnya.
Target 1 hari, mempelajari:
2 ilmu diniyah
2 pekerjaan umum
2 pelajaran umum
Orangtua yang memberi silabus, anak yang memilih apa yang mau ia pelajari.
Ada pula aktivitas yang bisa ditetapkan jadwalnya, seperti bangun, tidur, shalat, makan, mandi, dst.
*
Tentang manajemen waktu
Menurut Teh Mierza, bagi beliau bukan manajemen waktu yang penting, tetapi prioritas.
Misal:
Ketika anak meminta kita menemaninya belajar, sementara kita memilih untuk sibuk beberes misalnya, maka anak akan menilai bahwa prioritas orangtuanya adalah rumah rapi, bukan anak-anak.
*
Tujuan beraktivitas
Apapun aktivitasnya, kata kuncinya adalah “Apa manfaatnya aktivitas tersebut untuk akhiratku?”
Setiap aktivitas harus punya tujuan.
Misal, kita hendak mengajak anak ke kebun binatang, maka komunikasikan kepada anak, “Ayo ke kebun binatang, kita belajar a, b, c, d, dst”
Tetapkan niatnya dulu, walaupun di kebun binatang lebih banyak mainnya.
Kalau perlu bikin ceklis, apa saja yang mau dipelajari.
Mau belajar apa?
– sains
– bahasa
– sosial
– dst
Sebelum berangkat, “sarapan ilmu” dulu. Diskusikan dengan anak, mau belajar apa. Jangan berangkat dalam keadaan kosong. Hal ini lah yang biasa terjadi pada mahasiswa di negara kita. Seharusnya mahasiswa datang ke kelas untuk bertanya pada dosen, bukan hanya duduk menerima materi saja.
*
Tentang adab belajar
Ingat… yang benar itu bermain sambil belajar, bukan belajar sambil bermain. Penting untuk mempelajari adab belajar.
Para orang shalih terdahulu, belajar adab dahulu sebelum ilmu.
Misal, meminta anak untuk duduk anteng/ konsentrasi pada suatu materi selama rentang waktu tertentu. Rentang konsentrasi (jumlah menit si anak mampu duduk anteng) ekuivalen dengan usianya.
Anak 4 tahun harus bisa konsentrasi setidaknya 4 menit menyimak suatu materi pelajaran, setelah itu beri jeda bagi anak untuk melakukan aktivitas lain selama beberapa waktu, lalu kembali lagi belajar selama minimal 4 menit, dst.
*
Pembelajaran dengan lagu
Musik/ lagu dalam proses belajar membuat konsentrasi anak terdistraksi.
Lagu itu terdiri dari dua unsur yaitu nada dan isi. Bagus kalau yang masuk adalah isinya, tapi apakah siap dengan resikonya dimana anak hanya menangkap nadanya saja tanpa isi?
Karena lagu itu melalaikan, mengalihkan, mengganggu; atau mendistraksi.
Bahkan metode belajar montessori yang dikembangkan BUKAN oleh orang Islam pun tidak menggunakan lagu dalam aktivitas belajar mereka, dengan alasan yang sama seperti di atas. Didukung pula oleh penelitian yang menemukan fakta yang sama.
*
Berkata Baik atau Diam
Lebih banyak memberi contoh daripada berkata-kata.
Contoh: kisah seorang Arab Badui yang kencing di masjid. Rasulullah tidak memarahinya, namun langsung mengambil air dan menyiram bekas kencing tersebut, untuk memberi contoh kepada sahabat-sahabatnya cara membersihkan najis dari kencing tersebut.
Komunikasi efektif a la Nabi:
1. Tujuan atau niat. Sebelum berbicara, pikirkan dulu apa niat berbicara itu.
2. Pikirkan kandungan makna dan pilihan katanya.
Ketika mengajari anak, lebih baik duduknya berdampingan. Kecuali untuk pelajaran yang mana guru dan murid butuh berhadapan, seperti tahsin.
*
Kurikulum Muslim HS
Apa yang dipelajari?
Aqidah
Fiqih
Adab
Alquran (tahsin, tahfidz)
Hadits
Sirah nabi dan sahabat
Bahasa Arab
Menulis (syair)
Bicara di depan umum
Bahasa asing lain
Fisik
*